Siapa sih pendaki yang tidak mengetahui tentang Himalaya ? ? ?
Bagi para pendaki gunung, Himalaya bukan hanya sekedar dataran tertinggi di dunia yang membentang sepanjang 2.400km dari Afghanistan sampai Myanmar. Tapi juga menjadi “mekkah”-nya para pendaki. Pendakian di Himalaya bercerita tentang jalurnya yang indah dengan lansekap pegunungan yang menjulang tinggi, seakan menyentuh langit. Selain itu, Himalaya juga bercerita tentang kebudayaan suku Sherpa yang sangat kuat dengan pola hidup dan ritual agama Budha.
Bukan hanya waktu dan uang yang berbicara untuk mengunjungi Himalaya, tapi juga kebugaran fisik. Setiap pendaki wajib mempunyai kondisi fisik yang prima dan manajemen pendakian yang rapi. Alasan tersebutlah yang mendorong kami untuk mendaki Gunung Gede di akhir pekan, tepatnya satu minggu bagi umat muslim sebelum memulai pendakian menuju Hari Raya Idul Fitri. Pendakian Gunung Gede kali ini dilakukan sejauh 19km selama satu hari. Dimulai dari jalur Putri hingga Cibodas.
Pagi hari sekitar pukul 6, mobil sudah menunggu untuk mengantar ke Jalur Putri. Setibanya di sana, kami langsung bersiap-siap dan melakukan pemanasan. Dibawah langit yang cerah dan udara yang sejuk, pendakian dimulai dengan melewati area perkebunan sayur warga. Pemandangan masih terbuka, jalur bebatuan yang kami pijak masih tergolong landai. Setibanya di batas awal hutan, kami melihat jalur yang semakin curam. Dengan bantuan trekking pole yang tergenggam erat di telapak tangan, kaki juga ikut melangkah menambah ketinggian.
Kali ini jalur dikelilingi oleh pepohonan. Pemandangan kiri kanan semakin tertutup. Dengan tetap terus melangkahkan kaki, akhirnya kami tiba di Pintu Hutan. Sambil menghela nafas dan membasahi tenggorokan dengan air, kami sempat melihat angka digital yang tampil pada jam tangan. Ternyata kaki sudah melangkah sejauh 2,4km. Pendakian dilanjutkan dengan menelusuri hutan. Tanah dan akar pohon menjadi pijakan untuk menambah jarak dan ketinggian. Ketika kaki sudah melangkah sejauh 4,3km, kami tiba di Pos Buntut Lutung. Terlihat tidak begitu banyak pendaki di sini, mungkin karena masih dalam kondisi pandemi. Di sini kami menyempatkan diri untuk istirahat sebentar sambil menyiapkan tenaga melewati jalur yang semakin curam dan panjang di depan.
Pendakian kami lanjutkan. Ritme langkah semakin pelan dan kami terus berjalan melewati jalur yang beralaskan tanah dan akar. Ketika kami masih melangkah, tiba-tiba terdengar dari atas suara langkah kaki, makin lama suara tersebut semakin jelas. Ternyata rombongan pendaki lain sedang berjalan turun. Mereka kembali turun setelah kemarin bermalam di gunung. Semakin atas, semakin banyak pendaki yang kami temui. Jalur semakin sempit, tidak jarang kami harus berhenti untuk memberi jalan kepada pendaki yang turun. Jalur semakin menantang. Terkadang bantuan Trekking Pole tidak cukup untuk menjaga keseimbangan badan sehingga kami harus berpegangan dekan akar pohon.
Ketika matahari masih terik dan jam menunjukkan pukul setengah 12 siang, kami sudah tiba di Surya Kencana. Rasa lelah dan penasaran seakan hilang karena keindahan Surya Kencana. Padang edelweis yang bersebaran disepanjang mata memandang menjadi obat penenang akan lika-liku jalur Putri. Warna-warni tenda juga terlihat di sepanjang jalur Surya Kencana. Di bawah pohon Edelweis, kami menghentikan langkah dan beristirahat. Tanpa berpikir panjang, kami langsung menyantap hidangan makan siang. Setelah menyantap makan siang yang dipenuhi dengan canda dan tawa, kami langsung bersiap melanjutkan perjalanan menuju Puncak Gunung Gede. Perjalanan menanjak kembali harus kami lewati. Selama 1,5 jam kami berjalan sejauh 800m hingga tiba di Puncak Gunung Gede. Di sini kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama triangulasi yang menancap kokoh di bibir kawah.
Lanjut kami berjalan turun menelusuri hutan jalur Cibodas. Saat perjalanan turun, suara gemuruh langit mulai terdengar, makin lama suara tersebut makin keras. Air hujan mulai turun melewai celah daun. Tidak berlama-lama kami langsung mengenakan jas hujan yang sudah dibawa sebelumnya. Setibanya di Pos Kandang Batu, kami beristirahat sejenak. Jam tangan masih terus bergerak dan terang berganti menjadi gelap. Senter dan headlamp langsung kami keluarkan. Dengan bantuan alat penerangan, kami berjalan melewati jalur bebatuan yang licin karena diguyur hujan.
Hari semakin larut dan kami tiba di Pos Pendakian Cibodas. Ternyata di sana sudah menunggu ojek motor yang akan membawa kami ke bawah. Langsung kami menaiki motor dan tiba di warung, tempat mobil jemputan kami menunggu. Setibanya di sana kami langsung beristirahat dan berganti pakaian dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta.
Pendakian kali ini bukan sekedar pendakian biasa. Pendakian ini menjadi salah satu resep yang dibuat untuk melihat performa fisik masing-masing sebelum menjejakkan kaki di jalur Everest Basecamp selama 14-15 hari di bulan mei 2022.
0 Comments